Saturday 15 June 2013

Bukan Pasar Malam

Kudekati ranjang ayahku, kuraba kakinya yang kering. Hatiku tersayat. Bukankah kaki itu dulu seperti kakiku juga dan pernah mengembara ke mana-mana? Dan kini kaki itu terkapar di atas kasur ranjang rumahsakit. Bukan kemauannya. Ya, bukan kemauannya. Rupa-rupanya manusia ini tak selamanya bebas mempergunakan tubuh dan hidupnya. Dan kelak begitu juga halnya dengan kakiku. Aku lihat ayah membuka matanya oleh rabaan itu. Dan aku lihat juga ia tersenyum—tetapi bukan senyumnya manusia yang hidup: senyum yang ganjil. Senyum yang mengandung peringatan. “Hidup ini, Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini.

Pramoedya Ananta Toer
(Bukan Pasar Malam)

No comments:

Post a Comment